Sabtu, 07 Januari 2012


Mikrometer Sekrup
Mikrometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur ketebalan suatu benda yang relatif tipis dengan batas ketelitian 0,01 mm.
 Gambar 1.1  Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur ketebalan suatu benda. Misalnya tebal kertas. Selain mengukur ketebalan kertas, mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur diameter kawat yang kecil.

Mikrometer sekrup terdiri dari dua skala yaitu:

1.  Skala tetap (skala utama)
            Skala tetap terbagi dalam satuan millimeter (mm). skala ini terdapat pada laras dan terbagi menjadi dua skala yaitu skala atas dan skala bawah.
1. Skala Atas, ditunjukkan oleh bilangan bulat dalam   satuan mm. misal, 1 mm, 2 mm, 3 mm, dst.
2. Skala Bawah, ditunjukkan oleh bilangan 0,5       
2.  Skala putar (nonius)
Skala putar terdapat pada besi penutup laras yang dapat digeser kedepan atau kebelakang. Skala ini terbagi menjadi 50 skala atau bagian ruas yang sama. Satu putaran pada skala ini menyebabkan skala utama bergeser sebesar 0,5 mm. jadi, satu skala pada skala putar mempunyai ukuran:
1/50 x 0,5 = 0,01 mm. ukuran ini merupakan batas ketelitian mikrometer sekrup.
Skala tetap dan skala nonius ini ditunjukkan oleh gambar 1.2

Gambar 1.2 Skala utama dan Skala putar pada Mikrometer Sekrup
Komponen Penting Mikrometer Sekrup
            Gambar 1.3 Komponen Mikrometer Sekrup


     Bingkai (Frame)
Bingkai ini berbentuk huruf C terbuat dari bahan logam yang tahan panas serta dibuat agak tebal dan kuat. Tujuannya adalah untuk meminimalkan peregangan dan pengerutan yang mengganggu pengukuran.
2.      Landasan (Anvil)
Landasan ini berfungsi sebagai penahan ketika benda diletakan dan diantara anvil dan spindle.
3.      Spindle (gelendong)
Spindle ini merupakan silinder yang dapat digerakan menuju landasan.
4.       Pengunci (lock)
Pengunci ini berfungsi sebagai penahan spindle agar tidak bergerak ketika mengukur benda.
5.      Sleeve
Tempat skala utama.
6.      Thimble
Tempat skala nonius berada
7.      Ratchet Knob
Untuk memajukan atau memundurkan spindel agar sisi benda yang akan diukur tepat berada diantara spindle dan anvil.
Cara membaca Mikrometer Sekrup:
       Gambar 1.4 Hasil Pembacaan 

1. Posisikan mikrometer sekrup tegak lurus terhadap arah pandangan.
2. Bacalah skala utama pada mikrometer sekrup.
3. Bacalah skala nonius yaitu garis yang tepat segaris dengan garis pembagi pada skala utama.
4. Jumlahkan hasil pengukuran dari skala utama dengan hasil pengukuran dari skala nonius.
Contoh:
Hitunglah hasil pembacaan dari pengukuran berikut!

Penyelesaian:
Hasil pembacaan dari pengukuran diatas adalah
= (SU + SN)
= {(Skala atas + skala bawah) + (skala putar x 0,01)} mm
={(10 + 0,5) + (40 x 0,01)}mm
= (10,5 + 0,4)
= 10,9 mm
Daftar Pustaka






Jumat, 06 Januari 2012


Say no to love
by: Rika Rahmadani Putri     
            Dimalam yang sunyi ini hanya terdengar bunyi jangkrik yang bersahut-sahutan. Seakan mereka ingin menunjukkan pada dunia kebebasan dan kebahagiaan yang saat ini mereka rasakan. Bunyi jangkrik itu mampu membangunkanku dari tidurku yang singkat, sebab aku baru saja terlelap dari tiga jam yang lalu. Sekarang waktu telah menunjukkan pukul 02.30 WIB. Meskipun masih didera rasa kantuk yang berlebihan aku tetap berusaha untuk bangun dan membantu ibuku memasak didapur.
            Sejak ayah tiada, ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Meskipun usia ibu sudah tidak muda lagi dan fisiknya tidak sekuat dulu lagi, namun beliau tetap bersemangat dan tak pernah kenal lelah untuk bekerja mencari nafkah. Disaat semua orang tertidur pulas melepaskan kepenatannya, ibuku tetap bekerja untuk mempersiapkan dagangannya. Ibuku mampu menghidupi dan menyekolahkan aku dari hasil pengelolaan warung kelontongnya. Bagiku ibu adalah sosok perempuan yang tegar dan terhebat yang pernah kukenal. Meskipun hidup susah, ibu tidak pernah mengeluh dan tetap bertawakal pada Allah SWT.
            Kulihat foto yang terpajang dikamarku, dua wajah itu adalah wajah yang pertama kali kulihat saat kuhadir didunia ini. Wajah itu adalah wajah terindah yang terekam didalam memori kalbuku, karena wajah itu adalah ayah dan ibuku yang sangat aku cintai. Kini aku hanya bisa melihat wajah ibu saja karena ayah telah tiada. Teringat jelas olehku pesan terakhir yang disampaikan oleh ayah.
            “Nak, kamu harus rajin-rajin belajar agar kamu bisa jadi orang sukses dan bisa membahagiakan ibumu. Ingat nak kamu ini anak semata wayang, kalau bukan kamu siapa lagi yang bisa menaikkan derajat keluargamu ini. Kamu jangan menjadi seperti kami, justru kamu harus menjadi lebih baik dari pada kami.”
            Pesan terakhir itu selalu kuingat dan kutanamkan dalam hati. Pesan ayah itu mampu membuatku berlinangan air mata, mengingat begitu besar  harapan kedua orang tuaku pada diriku. Pesan itu mampu memotivasiku untuk selalu berjuang meraih cita-cita menjadi seorang guru dan dapat membahagiakan orang tua.
            untuk mencukupi kebutuhan keluarga, kami juga menjual kue dan kue itu aku titipkan dikantin kampus ditempat aku menimba ilmu. Aku mulai bergerak menuju dapur dengan langkah yang masih loyo. Disana terlihat ibu sedang sibuk menggiling bumbu untuk membuat gulai.
“Bu, biarkan rini yang menggiling bumbu itu bu.” pintaku sembari berdiri disamping ibu.
“ Tidak rin, biarkan ibu, ini juga hampir selesai. Rini buat kue saja ya!”
“Baik bu.” jawabku sembari mengangguk dan bergerak mencari bahan-bahan untuk membuat kue.
            Waktu terasa cepat berlalu, sang surya telah mulai keluar dari peraduannya. Cahayanya sungguh mempesona, meskipun mengintip dengan malu-malu. Seiring dengan terbitnya sang surya, lontong gulai dan kue yang kami buat siap untuk dijual. Kami segera membuka warung yang kebetulan letaknya disamping rumah.
“Bu’, lontongnyo sekok yo bu’!” pinta seorang pelanggan.
“Sekok yo, makan disini atau dibungkus?” tanya ibu pada pelanggan pertama kami.
“Makan disini bae lah bu’.” jawabnya sembari duduk.
            Lama-kelamaan sudah mulai banyak pelanggan yang datang untuk membeli lontong gulai ibu. Kami selalu mengucapkan syukur pada Allah SWT, atas nikmat yang diberikanNya.
            Jam dinding telah menunjukkan pukul 07.15 WIB. Aku segera mempersiapkan diri untuk pergi kuliah. Semua buku-buku dan tugasku telah kumasukkan kedalam tas.
Aku berdiri didepan cermin, kulihat penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Cermin kaulah saksi bisu akan pembulatan tekadku bahwa aku akan menjadikan belajar sebagai prioritasku. Aku akan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, selalu berpikiran positif dan selalu optimis dalam mencapai masa depan yang cerah. Aku ingin membahagiakan ibuku. Ingat, “say no to love” aku tak ingin berpacaran sebab menurutku pacaran itu tak ada manfaatnya, hanya banyak memberikan kerugian.”ucapku sembari menatap wajah dicermin.
            Aku bergegas keluar rumah membawa sepeda tua milikku dan tak lupa pula membawa kue yang akan dititipkan dikantin kampusku.
“Bu, rini pergi kuliah dulu ya bu.” ucapku seraya mencium tangan ibu.
“Iya nak, hati-hati dijalan ya.” jawab ibu sambil mengelus kepalaku.
“iya bu.”
            Pagi ini mentari bersinar dengan cerahnya, secerah hatiku yang berselimuti kobaran semangat. Semangat itu selalu kubina agar memancarkan energi positif pada diriku, agar kudapat mencapai cita-cita yang aku impikan, bukan hanya impianku saja tetapi juga impian keluargaku.
            Sesampainya dikampus, aku segera menuju tempat parkir untuk meletakkan sepeda tuaku.
“brrrkk.”
            tiba-tiba saja sepedaku ditabrak oleh sebuah motor. Spontan aku terjatuh dari sepeda. “aduh…..” jeritku kesakitan. Kakiku terhimpit oleh sepeda dan tanganku lecet, tapi untungnya kue yang akan aku jual tidak tumpah karena kuletakkan dalam wadah yang tertutup rapat dan dibungkus dengan kantong plastik.
“Maaf.. maafkan saya, saya tidak sengaja. Kamu ga’ apa-apa?” tanya seseorang seraya membantuku berdiri.
“Ehm… aku.”
“Rini…..” Kudengar sahabat-sahabatku memanggil dengan nada yang cemas sehingga memotong penjelasanku.
“Ya ampun, rini kamu kenapa?” tanya cindy sembari memegang tanganku.
“Rini kamu ga’ apa-apa?” tanya Tania lagi.
“Aku ga’ kenapa-napa koq. Lagian aku juga yang salah karena telah lalai mengendarai sepeda.” jawabku ringan.
“Ga’ kenapa gimana? Tanganmu lecet begini.” sahut cindy.
“ Iya Cuma lecet dikit koq, ga’ apa-apa.” jawabku lagi.
“Saya minta maaf ya, saya betul-betul tidak sengaja. Saya yang telah lalai mengendarai motor sehingga merugikan kamu.” kata seseorang yang menabrakku.
“Makanya hati-hati dong kalau bawa motor, untung sahabat saya ga’ kenapa-napa.”sahut Tania.
“Udah, jangan dibesar-besarkan. Iya saya maafkan, saya tau kamu tidak sengaja.” jawabku tenang.
“Terimakasih karena kamu telah memaafkan saya. Ehm… perkenalkan nama saya wahyu.” ucap seseorang itu sembari menyodorkan tangannya.
“Saya rini, dan ini sahabat-sahabat saya cindy dan Tania.” jawabku
“Kalau begitu saya permisi dulu.” lanjutku lalu meninggalkan seseorang yang bernama wahyu itu.
            Aku menitipkan kue dikantin bu’ ida dan segera masuk kelas. Dua jam kemudian, mata kuliah yang pertama telah selesai dan kami memiliki waktu untuk beristirahat sebelum masuk mata kuliah yang kedua. Aku, cindy dan tania pergi kekantin sekedar untuk membeli minuman.
“Rini…..” panggil bu’ ida, penjaga kantin.
“Ya bu’,……..” sahutku sembari mendekati bu’ ida.
“Rini, kuemu telah habis tadi diborong oleh seorang laki-laki dan ini uangnya.” jelas bu’ ida seraya memberikan sejumlah uang padaku.
“Alhamdulillah, tapi siapa dia bu’?” tanyaku penasaran.
“Kalau tidak salah namanya wahyu.” jelas bu’ ida.
“Wahyu…?” tanyaku bingung, sejenak terlintas dibenakku sosok yang baru kukenal tadi pagi.
“Kalau begitu terimakasih ya bu’.”
“Iya, sama-sama nak.”
            Wahyu, sosok itu semakin dekat denganku. Aku sering bertemunya dijalan dan saling bertegur sapa. Ia adalah sosok yang ramah sekali dan sangat mengagumkan. Wajahnya yang rupawan mampu menggaet hati para wanita. Semakin lama aku semakin dekat dengannya dan kami sering bertukar informasi.
                                                            ***
            Selang waktu kemudian, ketika aku sedang belajar dikelas, tiba-tiba aku melihat seseorang yang diam-diam ternyata mampu meluluhkan hatiku.
“Ssrr…..” Darahku mengalir kencang ketika kedua mata kami beradu dan konsentrasiku buyar seketika.
“Mata itu indah sekali.” gumamku dalam hati.
“Rini, ini ada sepucuk puisi cinta untukmu dari seseorang yang mengagumimu.” kata seorang teman kelasku sembari menyodorkan sepucuk puisi itu.
“Ha… puisi cinta??” tanyaku dalam kebingungan.”Ehm…. terimakasih ya.” Sambungku.
            Setelah pembelajaran selesai aku segera membuka sepucuk puisi yang dibungkus amplop bewarna biru muda dan membacanya dengan teliti.
Cinta……
Lima huruf itu acapkali kudengar
tapi sebelumnya aku tak pernah merasakannya.
                                    kini, aku dapat merasakan geloranya
                                    gelora cinta yang menggebu didalam sang lara.
                                    Sang lara sungguh tak berdaya
                                    ketika paku cintamu menusuk dengan indah.
Kau telah memberikan segelas cinta
yang mampu menyejukkan sang lara.
Lara yang sebelumnya gersang,
kini bertaburan bunga-bunga cinta yang sangat mempesona.
                                    Dalam diam aku merangkai cinta
                                    Dalam diam aku memperhatikanmu
                                    memperhatikan pesonamu bak rembulan
                                    yang bersinar indah dihatiku
                                    yang mampu menerangi hatiku dalam kegelapan malam
Kurasakan makna cinta yang mendalam
Sungguh cinta tak bisa dirangkai dalam kata-kata
Hanyalah jiwa yang mampu merasakan kehadirannya.
                                                                       Dari seseorang yang mengagumimu

                                                                                          
                                                                                         Wahyu
Aku merasakan getaran-getaran indah didalam hati. Tak kusangka getaran indah ini terlalu cepat singgah kedalam hatiku. Ketika cinta datang, ternyata aku tak mampu menghindar. Aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri, meskipun disisi lain bibir ini menyatakan bahwa aku harus tetap memegang prinsipku yaitu “Say no to love
“Ehm-ehm….”
            Mendengar suara itu aku segera melihat kebelakang. Ternyata, ada dua orang yang sedari tadi juga membaca puisi itu.
“Uh… kalian, mengagetkanku saja. Koq ga’ ngomong-ngomong dari tadi?” tanyaku heran.
“Kami cuma ga’ mau ganggu konsentrasimu dalam membaca puisi yang indah itu.” jawab cindy.
“Cieee… sahabatku sekarang sedang khasmaran ya?” ledek tania.
“Khasmaran apaan? Ga’ koq, lagian aku sudah punya prinsip yaitu “say no to love.” Prioritasku saat ini adalah belajar dan membantu ibuku mencari nafkah.” jelasku.
“Rini, jangan bohong de, aku bisa lihat dari matamu bahwa kamu sedang jatuh cinta.” sela cindy.
“Ga’ koq bener de.” belaku lagi.
“Sahabatku, kamu jangan malu untuk ungkapkan cinta, karena cinta itu dimiliki oleh setiap manusia. Perlu kamu ketahui sahabat bahwa cinta itu mampu membuat kehidupan lebih indah dan bermakna.” jelas tania sembari merangkul pundakku dari belakang.
“Prinsipmu bagus sekali rini, tapi kamu juga butuh cinta. Jalinan hubungan yang sehat akan mampu mempertahankan prinsipmu itu. Jangan takut sahabat. Berusahalah untuk jujur pada hatimu.” sambung cindy.
“Terimakasih sahabat, kalian telah membuka mataku untuk menyadari hal ini.” ucapku sembari merangkul mereka.
                                                            ***
            Kegiatan yang aku lakukan hampir selalu sama disetiap harinya. Menjelang subuh aku membantu ibu untuk menyiapkan dagangan, paginya aku kuliah, sore hari aku selalu pergi kepasar membeli bahan-bahan untuk lontong gulai dan kue, malamnya aku belajar dan menyelesaikan tugas. Sore ini aku telah selesai berbelanja dipasar. Aku segera memanggil ojek untuk mengantarkanku pulang, sebab sepedaku rusak.
“Bang, kenapa lambat sekali mengendarakan motor?” Tanya ku pada tukang ojek yang mengantarku pulang. Dia diam saja, lalu mulai untuk menaikkan kecepatan.
“Bang, saya mau dibawa kemana? Ini bukan jalan kerumah saya. Bang, kenapa diam saja? Tolong berhenti.” Ucapku ketus
“ Kenapa saya diturunkan ditaman ini. Kamu mau bertindak jahat ya sama saya?? sambungku dengan nada suara yang tinggi. Tukang ojek itu hanya diam saja. Tingkahnya membuatku takut dan segera berlari meninggalkannya. Tapi, seketika tanganku ditarik oleh seseorang. Dengan perasaan takut, aku memberanikan diri untuk menoleh kebelakang. Aku terperanjak ketika aku melihat orang yang menarik tanganku itu.
“Wahyu….” Sahutku sembari tidak percaya. Ia hanya membalas dengan senyuman.
“Jadi kamu ya yang menyamar menjadi tukang ojek tadi, kamu kelewatan sekali sudah membuatku takut seperti ini.” ucapku kesal.
“Hehe2… kamu takut ya… maafkan aku rin..” ucapnya sembari tertawa terkekeh-kekeh.
“Kamu seneng ya buat aku takut..” ketusku lagi
“Maafkan aku rini, aku melakukan ini agar aku bisa memiliki waktu berdua dengan mu.” katanya dengan kesungguhan hati.
“Memangnya ada apa? tanyaku ringan.
“Selama ini aku hanya mengutarakan perasaanku pada tulisan. Namun, kini aku ingin kamu mendengar langsung kata-kata itu dari bibirku.”
“Rini, kamu adalah wanita yang sangat spesial dalam hatiku. Maukah kamu menjadi pacarku?” ungkap wahyu seraya menggenggam mesra tanganku.
            Kurasakan sejuknya hati ini ketika aku mendengar langsung kalimat itu.
“Maaf, aku ga’ bisa….., ga’ bisa menghindar dari cintamu.” jawabku tulus.
            Seketika suasana ini menjadi indah sekali seindah cinta yang kurasa didalam hati.
                                                                        ***
            Seiring waktu berjalan, aku semakin mengenal wahyu. Ia adalah lelaki yang sangat baik dan tidak sombong. Ia juga tidak pernah malu menemaniku berbelanja kepasar membeli bahan-bahan untuk daganganku. Ia adalah cinta pertamaku yang mampu mengubah pendapatku tentang arti cinta. Namun kebahagiaanku ini tidak berlangsung lama karena ada jurang yang memisahkan kami.
            Seorang perempuan paruh baya turun dari sebuah mobil mewah bewarna hitam, tampak dari penampilannya bahwa ia adalah orang kaya. Dengan aura wajah sedikit sombong, ia bergerak menuju rumahku.
“Apakah betul ini rumah orang tuanya rini?” tanya perempuan itu dengan wajah yang tidak bersahabat.
“Iya betul bu, ibu ini siapa?” tanya ibuku ramah.
“Saya adalah ibunya wahyu, apakah anda ibunya rini?”
“Iya betul bu, memangnya kenapa dengan anak saya bu? Apakah anak saya telah berbuat salah?” tanya ibu penasaran.
“Iya putri anda telah berbuat kesalahan karena telah menjalin hubungan dengan anak saya. Tolong sampaikan padanya bahwa dia tidak pantas untuk anak saya, karena anak saya telah saya jodohkan dengan wanita yang lebih baik darinya dan juga lebih kaya.”
            Aku mendengar keributan dari dalam seketika berlari menuju sumber suara dan berdiri disamping ibu. Hatiku remuk redam seketika aku mendengar langsung semuanya dari ibunya wahyu.
“Kamu yang bernama rini?” tanya ibunya wahyu padaku, sementara aku hanya mengangguk pelan. ”Kamu itu harusnya bercermin, kamu sungguh tidak pantas dengan anak saya. Saya minta kamu tinggalkan anak saya dan jangan pernah ganggu kehidupannya lagi. Saya bingung kenapa anak saya tertarik dengan wanita miskin seperti kamu.” Ketusnya sembari memandang kami rendah.
“Maaf bu, tidak sepantasnya ibu menghina kami seperti ini. Kami memang orang miskin tapi kami punya harga diri. Satu hal yang harus ibu sadari bahwa kekayaan yang ibu miliki sekarang, belum tentu membawa berkah untuk ibu. Baik, saya akan meninggalkan wahyu dan saya tidak akan mengganggu kehidupan orang kaya yang sombong seperti anda.” jawabku penuh amarah.
“Saya harap kamu menepati janji mu itu.” kata wanita itu sembari meninggalkan kami.
                                                                        ***
            Hari ini adalah ujian semesterku. Kursi telah tertata rapi didalam kelas. Sesaat lagi ujian akan dimulai. Dosen mulai membagikan soal ujian.
“Silahkan anda jawab soal dengan benar. Saya ingatkan jangan melihat buku atau pun catatan. Kalau ketahuan, ujiannya saya anggap gagal.”
            Suasana ujian hening sekali. Semuanya sedang konsentrasi pada ujiannya. Berbeda dengan diriku, pada ujian kali ini aku sangat tidak fokus, karena hati dan fikiranku dipenuhi oleh kejadian tadi. Sudah kucoba untuk menghilangkan fikiran ini tapi tidak bisa, sehingga aku hanya menjawab soal ujian ini sebagian saja, padahal aku sudah mempersiapkan ujian dengan baik. Sungguh aku merasa gagal dalam ujian kali ini.
            Setelah menata hati yang remuk redam ini, aku mengumpulkan segenap keberanian untuk mengambil keputusan dan segera menemui wahyu.
“Wahyu aku ingin bicara denganmu.” kataku sembari menarik tangannya.
“Ada apa rini? kelihatannya serius sekali.” tanyanya heran.
“Wahyu, aku ingin mengakhiri hubungan kita, karena hubungan ini tidak bisa dipertahankan.” Ucapku
“Apa?? Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti ini?” tanyanya sembari mengerutkan dahi.
“Tadi ibumu datang kerumahku dan memintaku untuk meninggalkanmu. Ibumu juga mengatakan bahwa kamu telah dijodohkan dengan wanita pilihannya.” jelasku.
“Tidak.., rini dengarkan aku, aku tidak pernah mencintai wanita itu. Satu-satunya wanita yang aku cintai hanyalah kamu.” ucapnya sembari menggenggam tanganku.
“Tapi wahyu, aku sadar bahwa aku tidak pantas untukmu. Kita berbeda, aku ini berasal dari keluarga miskin sementara kamu orang kaya.” ucapku dengan mata yang berlinangan air mata.
“Dengarkan aku, aku tak peduli dengan perbedaan itu, lagian yang kaya itu adalah orang tuaku bukan aku.”
“Wahyu, aku minta kita akhiri saja hubungan ini, aku tidak mau keluargaku dihina lagi. Percuma saja dipertahankan, toh ibumu tidak menyetujuinya. Kamu percayakan kalau jodoh itu telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa?” Tanyaku lagi. Kucoba tegar meski hati ini perih.
“Iya aku percaya itu, tapi kumohon kamu jangan menjauh dariku.” Pintanya dengan mata yang menggambarkan kesedihan.
“Iya, sekarang yang harus dipikirkan adalah masa depan. Jodoh itu akan datang dengan sendirinya, namun untuk meraih keberhasilan membutuhkan perjuangan.” jelasku. Dia tersenyum mendengar penjelasanku.
            Sesampainya dirumah kulihat ibu sedang berdo’a sambil menitikkan airmata. Segera aku mendekati ibu lalu memeluknya.
“Bu, maafkan rini, karena rini, kita dihina seperti tadi.”
“Sudahlah nak, kamu tidak salah, sekarang yang harus kamu pikirkan adalah cita-citamu.”
“Iya bu, rini akan belajar lebih giat untuk dapat meraih cita-cita dan bisa menjadi anak yang membanggakan. Rini ingin membuat kehidupan kita lebih baik bu. rini sangat menyayangi ibu dan juga akan membahagiakan ibu.” kataku sembari mencium ibu.
            Sejak saat ini, aku bertekad untuk kembali seperti keadaan semula yaitu sebelum aku mengenal cinta. Aku harus memegang kembali prinsipku yang pernah kuabaikan yaitu “Say no to love”. Aku akan memegang prinsip ini sampai aku bisa meraih cita-cita menjadi seorang guru. Setelah cita-citaku tercapai, baru aku akan menerima kehadiran cinta dari sang pujaan hati.